Tuesday, February 21, 2012

Makalah Biologi - Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhanhewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaeabakteriprotozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.




1.   Jenis keanekaragaman hayati
·         Keanekaragaman genetik atau gen (genetic diversity);adalah ke anekaragaman individu dalam satu jenis makhluk hidup, di tandai dengan perubahan fisik suatu makhluk hidup yang tidak terlalu dominan.
·         Keanekaragaman spesies (species diversity); Variasi yang terdapat pada makhluk hidup antar jenis (antar spesies) genusnya atau marganya berbeda. Keaneraragaman organisme hidup di bumi (diperkirakan berjumlah 5 - 50 juta), hanya 1,4 juta yang baru dipelajari.
·         Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity); Keanekaragaman habitat ,komunitas biotik dan proses ekologi di biosfer atau dunia lautdan dapat mempengaruhi sistem kehidupan di dalamnya contoh: seleksi alam.

Metode konservasi biodiversitas (flora) dapat dibedakan dua, yaitu konservasi in situ (dalam habitat alaminya) dan ex situ (diluar habitat aslinya).
a.   Konservasi In-Situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target ‘di tapak (on site)’, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada tapak yang sebelumnya ditempat oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ mungkin termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya dikumpulkan secara acak.
Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:
  • Fase pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara alami;
  • Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan pada tujuan konservasi habitat;
  • Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi



hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem yang telah berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan pengendalian gulma secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang berkompetisi.

Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik di antara tumbuhan atau hewan, penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di dalam ekosistem.
b.   Konversi Ex-Situ
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia. Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan aquarium merupakan metode konservasi ex situ konvensional. Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat terlindung dari spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas ini memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies langka dan faktor-faktor yang menimbulkan ancaman dan membahayakan kehidupan spesies (Irwanto, 2007).
Irwanto (2007) lebih lanjut menjelaskan bentuk yang paling umum untuk konservasi ex situ untuk pohon adalah tegakan hidup. Tegakan seperti ini sering kali bermula dari koleksi sumber benih dan dipelihara untuk pengamatan. Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen dalam kebun botani (raya) dan arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental pada plot-plot kecil, atau plot-plot yang lebih besar untuk pohon. Tegakan hidup yang cukup luas untuk tujuan konservasi misalnya apa yang dinamakan tegakan konservasi. Ini merupakan konservasi yang bersifat evolusinari dan berlawanan dengan konservasi statik dalam arti memiliki tujuan mendukung perubahan genetik sejauh hal ini berkontribusi pada adaptasi yan berkelanjutan. Konservasi evolusinari ini memiliki ciri:
  • Pohon-pohon bereproduksi melalui benih dari satu generasi ke generasi berikutnya; gen akan terkonservasi tetapi genotipe tidak, karena rekombinasi gen akan terjadi pada setiap generasi.
  • Intervensi manusia bila ada, dirancang untuk memfasilitasi proses genetik yang moderat daripada menghindarkannya.
  • Variasi genetik di antara populasi dari lingkungan yang berbeda secara umum dipertahankan.













PERMASALAHAN YANG TERJADI DALAM MELAKSANAN KONSERVASI EX-SITU DI INDONESIA
A.    Latar Belakang
Binatang melata atau reptilia adalah bagian dari kelompok hewan vertebrata. Reptilia termasuk tetrapoda (hewan vertebrata yang berkaki empat) dan juga amniota (hewan yang embrionya dikelilingi  oleh membran amniotik).
Kelas Reptilia diwakili oleh empat ordo hewan yang  terdiri dari sekitar 5.500 spesies. Keempat ordo tersebut adalah Chelonia, Rhynchocephalia, Squamata, dan Crocodilia (Frye 1991). Komodo atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores di Nusa Tenggara Timur (Ciofi 1994). Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama lokal ora. Spesies tersebut termasuk famili biawak Varanidae, dan kelas Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2:3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan  gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan:hewan  tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup (Mattison 1989 dan 1992; Burness et al. 2001).
Komodo (Varanus komodoensis) merupakan satwa yang masuk dalam daftar Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan dikategorikan sebagai “vulnerable” atau “rentan” oleh  International Union for the Conservation of Nature  and Natural Resources (IUCN). Sejak tahun 1986, komodo ditetapkan sebagai satwa “rare” atau “langka” oleh IUCN  Conservation Monitoring Centre. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (2009) melindungi biawak besar ini di Taman Nasional Komodo yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 306/Kpts:II/1992 tanggal 29 Februari  1992. Bertempat di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT dengan letak geografis 119o 09’00’’ : 2  119  55’00” BT dan 8o  20’00” : 8o 53’00” LS, Taman Nasional Komodo tersebut  merupakan habitat in situ dari komodo.
Selain dalam habitat  in situ, komodo juga dapat hidup di habitat  ex situ misalnya di kebun binatang. Habitat  ex situ ini digunakan sebagai penangkaran dengan tujuan agar populasi komodo tidak semakin berkurang. Rekam jejak kebun binatang dalam usaha penangkaran komodo harus selalu dimonitor agar keberhasilan atau kegagalan penangkarannya dapat menjadi dokumen untuk menentukan posisi dari penangkar apakah layak menjadi tempat penangkaran komodo. Saat ini penangkaran komodo yang telah berhasil menghasilkan keturunan adalah di Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan. Sedangkan Kebun Binatang Gembiraloka di Yogyakarta yang dulu telah berhasil baik dan telah mendapat beberapa penghargaan sebagai penangkar komodo yang berhasil, saat ini telah menurun populasinya secara dratis (Zein 2009). 
Komodo merupakan spesies yang penting untuk diperhatikan serta dikaji lebih dalam karena komodo merupakan spesies endemik Indonesia. Selain itu komodo merupakan hewan prasejarah yang memiliki kekerabatan cukup dekat dengan dinosaurus. Penelitian yang berkaitan dengan komodo perlu dilakukan untuk menggali lebih dalam lagi mengenai biologi komodo khususnya yang terkait dengan reproduksi. Dengan demikian diharapkan dapat membantu program pengembangbiakan untuk menyelamatkan komodo dari kepunahan.

Beberapa aspek ilmiah dan informasi tentang reproduksi komodo telah diteliti oleh para ilmuwan seperti keberhasilan pengembangbiakan sampai generasi ketiga Varanus komodoensis di kebun binatang Rotterdam (Belanda) oleh Gerard Visser, Sandra Bijhold dan Judith Van Der Koore. Beberapa studi juga sudah dilakukan di Indonesia seperti perkembangan komodo di Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan oleh Murti Indah Lestari, aspek segi kehidupan dan reproduksi komodo oleh Nur’aini, dan pemetaan genetika komodo  di Indonesia oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Dari penelitian:penelitian tersebut masih banyak data dan informasi yang kurang dan belum lengkap. Salah satu data yang penting adalah mengenai permasalahan dalam reproduksi komodo ex-situ serta aktivitas harian dan aktivitas reproduksi komodo karena dapat menjadi penunjang dalam melakukan upaya: 3 upaya peningkatan populasi dan konservasi bagi kelestarian komodo. Data tersebut dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan pada tempat yang memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam pengembangbiakan  komodo, yaitu di Taman Margasatwa Ragunan (TMR) serta dari  data sekunder hasil penelitian beberapa peneliti. Dengan demikian kita  dapat mengetahui permasalahan apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan reproduksi komodo di habitat ex-situ.
B.    Tujuan
 Tujuan dari penelitian ini ialah:
1.      Mengetahui aktivitas harian dan perilaku reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan
2.      Mengetahui tingkat keberhasilan dan permasalahan reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan.

C.     Manfaat
Dengan mengetahui perilaku dan permasalahan reproduksi komodo, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk upaya peningkatkan populasi komodo.













DAFTAR PUSTAKA

No comments :